BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Saat
ini para ilmuwan islam sedang gencar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
modern yang dikaitkan dengan ajaran Islam berdasarkan Al – Qur’an dan Al -
Hadist. Hal ini bertujuan agar kehidupan manusia tidak hanya focus pada aspek
duniawi tetapi juga spiritualitas kepada sang Ilahi untuk mecapai kesehatan
mental. Ilmu mengenai kesehatan mental
yang telah ada di barat tersebut hanya memfokuskan pada salah satu aspek
saja, padahal manusia adalah satu kesatuan utuh antara jasmani dan rohani.
seperti pandangan pencetus awal psikologi yaitu teori psikoanalisa, ia hanya
memandang bahwa kesehatan mental diperoleh jika adanya kongruensi antara id,
ego, dan superego serta kebutuhan pada lima tahap awal perkembangan telah
terpenuhi, begitu pula teori behavioristik yang menyebutkan kesehatan mental
terbentuk jika perilaku yang adaptif sesuai dengan stimulus sehingga manusia
dianggap sebagai robot, adapun teori humanistic yang menganggap bahwa manusia
mencapai aktualisasi diri jika manusia telah mampu mencapai aktualisasi
dirinya, tetapi penelitian menunjukan banyaknya masyarakat yang telah mencapai
aktualisasi dirinya namun merasa kekosongan atau emptiness.
Banyak
masyarakat yang telah mencoba segala cara untuk mencapai kesehatan mental,
namun yang terjadi masyarakat cenderung
untuk bunuh diri karena tertekan. hal
ini dikarenakan hanya focus pada satu aspek tanpa melihat manusia sebagai satu
kesatuan yang utuh sehingga masyarakat merasa kosong baik batiniah maupun
rohaniah.
Oleh
sebab itu, munculah psikologi Islam yang ingin mengkritisisme dalam ilmu
pengetahuan modern dan wacana dalam perkembangan psikologi modern dengan
menerapkan dalam pandangan Islam untuk
mencapai kesehatan mental dan menyelesaikan
permasalahan – permasalahan patologis
dengan menghargai manusia menjadi
satu kesatuan yang utuh dari jasmani maupun rohani menggunakan prinisip
ketahuidan.
2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah
kesehatan mental dalam Islam ?
b. Bagaimanakah
metode dalam pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam >
c. Bagaimanakah
psikopatologi menurut Islam ?
3.
Tujuan
a.
Bagaimanakah kesehatan mental dalam
Islam ?
b.
Bagaimanakah metode dalam pemeliharaan
kesehatan mental dalam Islam >
c.
Bagaimanakah psikopatologi menurut Islam
?
4.
Manfaat
a. Teoritis
Penulis
mengharapkan dengan penulisan makalah ini dapat menambah refensi bacaan mengenai kesehatan mental menurut
perspektif Islam. Selain itu sebagai
acuan penulisan makalah selanjutnya sebagai bentuk perbaikan dan pelengkap daripada yang telah penulis
lakukan.
b. Praktis
Dengan
adanya makalah yang telah dibuat diharapkan semua pembaca mampu memelihara
kesehatan jiwa dan fisik melalui
tindakan pencegahan berdasarkan Al – qur’an dan Al – Hadis sehingga dapat
beradaptasi dengan lingkungan sosial atau Habluminannas dan Allah (
Habluminallah ) dengan seimbang.
BAB II
Isi
1.
Kesehatan
Mental dalam Islam
Menurut
Mujid ( 2006 ) kesehatan mental adalah
pola - pola yang berisi pola negatif dan pola positif. Pola positif atau Ijabiy adalah kesehatan mental dimana
indvidu memiliki kemampuan dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan
lingkungan sosial dan pola negatif atau salaby adalah kesehatan mental yang
dimiliki individu karena terhindar dari neurosis dan psikosis.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Mental
Ada dua faktor yang
mempengaruhi kesehatan mental, yaitu faktor intern dan ekstern.
A. Faktor
intern
Faktor
intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti keimanan,
ketakwaan, sikap menghadapi problema hidup, keseimbangan dalam berfikir,
kondisi kejiwaan seseorang dan sebagainya. Seseorang yang memiliki keimanan dan
ketakwaan yang tinggi, dalam hal ini akan dapat memperoleh ketenangan dan
ketentraman batin dalam hidupnya. Apabila ia menghadapi suatu problematika
hidup, ia menghadapinya dengan sabar dan tidak mudah putus asa karena
sebenarnya dalam diri manusia yang beriman, tidak terjadi putus asa atau
“reaksireaksi kompensasi” dan “mekanisme pertahanan diri” yang sifatnya
merugikan
Sikap
seseorang dalam menghadapi problematika hidup, juga berpengaruh terhadap
kesehatan mental. Menurut para ahli ilmu jiwa, sikap dan cara orang menghadapi
kesukaran itu berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sesuai dengan
kepribadian dan kepercayaan terhadap lingkungannya. Jika masalah ini ditinjau
dari segi agama, maka akan kita dapati perbedaan antara orang yang beragama dan
orang yang tidak beragama. Bagi orang yang beragama, kesukaran atau bahaya
sebesar apapun yang harus dihadapinya, dia akan waras dan sabar, karena dia
merasa bahwa kesukaran dalam hidup itu merupakan bagian dari cobaan Allah
terhadap hamba-Nya yang beriman. Dia tidak memandang setiap kesukaran dan
ancaman terhadap dirinya dengan cara yang negatif, tetapi sebaliknya melihat
bahwa di celah-celah kesukaran itu terdapat harapan-harapan. Dia tidak akan
menyalahkan orang lain atau mencari sebab-sebab negatif pada orang lain
Jadi
menurut hemat penulis, penghayatan dan pengamalan agama merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Karena dengan menghayati dan
mengamalkan agama dengan sungguh-sungguh, maka keimanan dan ketakwaan akan
diraih. Dengan beriman dan bertakwa, manusia mampu bersikap tenang dan sabar
dalam menghadapi problema hidup dan mampu berfikir secara seimbang serta
kondisi kejiwaannya penuh dengan ketentraman dan kedamaian karena selalu
mengingat Allah. Maka dari itu, orang yang menyikapi penderitaan yang
dialaminya dengan sabar dan menyadari bahwa di balik penderitaan terdapat
hikmah, dapat digolongkan sebagai orang yang sehat mentalnya. Sebaliknya, orang
yang menyikapi penderitaannya dengan keluhan dan kekecewaan merupakan orang
yang mengalami gangguan mental.
Menurut
Ustman Najati, mengingat Allah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ingat
kepada Allah yang dapat menimbulkan perasaan tenteram dan tenang. Di dalam
jiwanya tidak ada perasaan bersalah. Ini merupakan terapi bagi kegelisahan yang
dirasakan manusia ketika ia merasa lemah dan tidak punya penyangga serta
penolong dalam menghadapi berbagai tekanan dan masalah kehidupan.
B. Faktor
Ekstern
Faktor
ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang, seperti keadaan
ekonomi, kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun
lingkungan pendidikan dan sebagainya.
Sebenarnya
faktor intern itu lebih dominan pengaruhnya dibandingkan dengan faktor ekstern.
Hal ini sesuai dengan pendapat Daradjat (1982: 15), bahwa sesungguhnya
ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin itu tergantung dari
faktor ekonomi, adat kebiasaan dan sebagainya. Akan tetapi lebih tergantung
pada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
C.
Prinsip-Prinsip
Kesehatan Mental
prinsip
kesehatan mental ialah fundamen dasar-dasar yang harus ditegakkan manusia guna
mendapatkan kesehatan mental dan terhindar dari gangguan kejiwaan. Di antara prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri sendiri
Memiliki
gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri merupakan dasar dan syarat
utama untuk mendapatkan kesehatan mental. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, alam dan lingkungan dan
Tuhan.
b.
Keterpaduan atau integrasi diri
Keterpaduan
diri berarti adanya keseimbangan antara kekuatankekuatan jiwa dalam diri,
kesatuan pandangan dalam hidup, dan kesanggupan mengatasi stres . Orang yang
memiliki keseimbangan diri berarti orang yang seimbang kekuatan id, ego,
dan super egonya. Orang yang memiliki kesatuan pandangan hidup adalah
orang yang memperoleh makna dan tujuan dari kehidupannya.
c.
Perwujudan diri
Perwujudan
diri sebagai proses kematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan
mempergunakan potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri sendiri serta peningkatan motivasi dan semangat hidup.
d.
Berkemampuan menerima orang lain,
melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
tinggal
Kemampuan
menerima orang lain berarti kesediaan menerima kehadiran, mencintai, menghargai
menjalin persahabatan dan memperlakukan orang lain dengan baik. Melakukan
aktivitas sosial berarti bersedia bekerja sama dengan masyarakat dalam
melakukan pekerjaan sosial yang menggugah hati dan tidak menyendiri dari masyarakat.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan berarti usaha untuk mendapatkan rasa aman,
damai dan bahagia dalam hidup bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
e.
Berminat dalam tugas dan pekerjaan
Setiap
manusia harus berminat dalam tugas dan pekerjaan yang ditekuninya. Tanpa adanya
minat, manusia sulit mendapatkan rasa gembira dan bahagia dalam tugas dan
pekerjaannya.
f.
Agama, cita-cita dan falsafah hidup
Untuk
pembinaan dan pengembangan kesehatan mental, manusia membutuhkan agama,
seperangkat cita-cita yang konsisten, dan pandangan hidup yang kukuh. Dengan
agama, manusia dapat terbantu dalam mengatasi persoalan hidup yang berada di
luar kesanggupan dirinya sebagai manusia yang lemah. Dengan citacita, manusia
dapat bersemangat dan bergairah dalam perjuangan hidup yang berorientasi ke
masa depan, membentuk kehidupan secara tertib, dan mengadakan perwujudan diri
dengan baik. Dengan falsafah hidup, manusia dapat menghadapi tantangan yang
dihadapinya dengan mudah.
g.
Pengawasan diri
Manusia
yang memiliki pengawasan diri akan terhindar dari kemungkinan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum, baik hukum agama, adat maupun aturan moral dalam
hidupnya. Karena dengan pengawasan diri tersebut, manusia mampu membimbing tingkah
lakunya.
h.
Rasa benar dan tanggung jawab
Rasa
benar dan rasa tanggung jawab, penting bagi tingkah laku karena setiap individu
ingin bebas dari rasa dosa, salah dan kecewa. Sebaliknya rasa benar, tanggung
jawab dan sukses adalah keinginan setiap manusia yang sehat mentalnya. Rasa
benar yang ada dalam diri selalu mengajak manusia kepada kebaikan, tanggung
jawab dan kesuksesan, serta membebaskannya dari rasa dosa, salah dan kecewa
2.
Metode
peralihan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental dalam Islam
Menurut
Mujid ( ) Ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap metode perolehan dan
pemeliharaan kesehatan mental, yakni :
A.
Metode Imaniah
Iman adalah kepercayaan sehingga individu yang
beriman adalah individu yang merasa
tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi problem hidup. Dengan
iman, seseorang memiliki tempat untuk berkeluh kesah dan tempat memohon apabila
ia menghadami permasalahan hidup, baik yang berkaitan dengan perilaku fisik
maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya secara maksimal
untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami kegagalan, tidak berarti
kemudian ia putus asa atau bunuh diri. Keimanan akan mengarahkan seseorang
untuk mengevaluasi kinerjanya maksimal atau belum dalam pemecahan masalah berdasarkan
cara – cara yang berada dalam Al – Qur’an dan al – Hadist akan tetapi jika
individu menemui kegagalan, hal yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik
kegagalan tersebut dengan percaya bahwa Allah menguji kualitas keimanannya
melalui kegagalan atau agar ia tidak sombong dan angkuh ketika memperoleh kesuksesan.
B.
Metode Islamiah
Islam memiliki
tiga makna yaitu penyerahan dan ketundukan atau
al silm, perdamaian dan
keamanan atau al-salm, dan
keselamatan atau al salamah. Realisasi
metode Islamah dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih,
suci dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap kondisi. Kondisi seperti itu
merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kesehatan mental. Kepribadian muslim
menimbulkan lima karakter
a.
Karakter Syahadatain
Karakter
yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu seperti
materi dan hawa nafsu.
“ Terangkanlah kepada - Ku tentang
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat
menjadi pemelihara atasnya? (Q.S. Al-Furqon: 43)
b.
Karakter Mushalli
Karakter
yang mampu berkomunikasi dengan Allah dan dengan sesama manusia. Komunikasi
ilahiah ditandai dengan Shalat, dzikir, dan do’a sedang komunikasi insaniah
ditandai dengan salam dan silaturahim. Karakter mushalli juga menghendaki
kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam wudhu sedang kesucian
batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyukan.
c.
Karakter Muzakki
Karakter
yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwanya. Karakter
Muzakki menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan mendistribusikannya
dengan cara yang halal pula. Ia menuntut adanya produktifitas dan kreativitas.
d.
Karakter sha’im
Karakter
yang mampu mengendalikan dan menahan nafsu-nafsu rendah dan liar. Di antara
karakter sha’im adalah menahan makan, minum, hubungan seksual pada waktu,
dan tempat dilarang.
e.
Karakter haji
Karakter
yang mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT.
C.
Metode Ihsaniah
Ihsan adalah baik.Individu yang baik atau muhsin adalah Individu yang mengetahui akan hal-hal baik,
mengaplikasikan dengan prosedur yang baik, dan dilakukan dengan niatan baik
pula. Metode ini apabila dilakukan
dengan benar akan membentuk kepribadian muhsin
yang dapat ditempuh melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi :
a.
Al-bidayah
Tahapan ini disebut juga tahapan
takhalli. Takhalli adalah mengurangi diri dari segala sifat-sifat kotor ,
tercela, dan maksiat.
b.
Al-mujahadat
Pada tahapan ini kepribadian
seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
mengisi diri dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini disebut juga tahalli .
c.
Al-muziqat
Pada tahapan ini, seorang hamba tidak sekadar
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT , namun ia merasa kedekatan, kerinduan, dengan Allah. Tahapan ini disebut Tajalli. Tajalli
adalah menampakkan sifat sifat Allah SWT atau Al – Maul Husna pada diri
manusia
3.
Psikopatologi
dalam Islam
Psikopatologi
menurut Islam adalah gangguan
kepribadian yang ditunjukan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan
penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang
yang disebabkan oleh kesucian qolbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat
kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari dosa (guilty feeling) dan perilaku
maksiat. Dalam Islam psikopatologi ini
dikenal dengan istilah penyakit hati.
Mujib ( 2006
) membagi psikopatologi dalam dua
katagori berdasarkan sifatnya yaitu :
A.
Bersifat duniawi.
Macam-macam
psikopatologi dalam kategori ini berupa gejala-gejala atau penyakit kejiwaan
yang telah dirumuskan dalam psikologi kontemporer. Adapun beberapa perspektif
yakni :
a.
Perspektif Biologi
Gangguan
fisik seperti gangguan otak dan gangguan sistem syaraf otonom menyebabkan
gangguan mental seseorang. Gangguan tersebut bersifat genetic atau diturunkan
dari generasi ke generasi dan proses
kimiawi saraf yang tidak dapat berjalan normal karena syaraf adalah organ
paling penting dalam tubuh manusia.
b.
Perspektif Psikoanalisa
Gangguan
mental disebabkan oleh konflik bawah
sadar yang biasanya berawal dari 5 fase masa kanak-kanak awal dan pemakaian
mekanisme pertahanan untuk mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh impuls dan
emosi yang direpresi. 5 fase perkembangan menurut Freud adalah
a)
Tahap oral-sensori ( 0
- 12 bulan)
aktivitas melibatkan mulut sebagai sumber utama kenyamanan menyerahkan
segala kehidupannya kepada pengasuh.
Jika individu tidak mencapai kenikmatan dimulut maka ia akan terfiksasi dan kesulitan mempercayai orang
lain.
b)
Tahap anal ( 1-3 tahun )
Organ anus dan rectum
merupakan sumber kenyamanan. Pada tahap ini anak belajar toilet training. Jika orang tua mengajari
anak tentang kebersihan dengan keras maka memunculkan konflik sehingga ia
menarik diri atau melawan.
c)
Tahap falik ( 3-6 tahun )
Organ genital sebagai sumber
kenyamanan. Masturbasi dimulai dan keingintahuan seksual dapat mengalami
kompleks. Permasalahan yang terjadi pada tahap ini adalah Oedipus kompleks yang
menyebabkan kesulitan dalam indentitas seksual dan bermasalah dengan otoritas,
ekspresi malu, dan takut.
d)
Tahap latensi (6-12 tahun )
anak – anak berfokus pada aktivitas fisik dan intelektual dan disebut
sebagai periode tenang, dimana kegiatan sexual tidak muncul. Anak terikat dalam
aktivitas dengan teman sebaya yang sama jenis kelaminnya. Penggunaan koping dan mekanisme pertahanan diri
muncul pada waktu ini Konflik yang tidak
diatasi pada masa ini dapat menyebabkan obsesif dan kurang motivasi diri
e)
Genital (13 tahun )
genital menjadi pusat dari
tekanan dan kesenangan seksual
Produksi hormon seksual menstimulasi perkembangan heteroseksual
Energi ditujukan untuk mencapai hubungan intim yang dewasa, kemudian mulai berkembang kemampuan untuk menerima dan mencintai antar lawan jenis dan pemenuhan kebutuhan. Jika tidak terealisasikan maka akan menarik diri dan rendah diri.
Produksi hormon seksual menstimulasi perkembangan heteroseksual
Energi ditujukan untuk mencapai hubungan intim yang dewasa, kemudian mulai berkembang kemampuan untuk menerima dan mencintai antar lawan jenis dan pemenuhan kebutuhan. Jika tidak terealisasikan maka akan menarik diri dan rendah diri.
c.
Behavior
Perspektif
Behaviorisme menyatakan bahwa perilaku abnormal dapat berkembang melalui respon
yang dipelajari dengan cara yang sama seperti perilaku lainnya yang dipelajari,
melalui classical conditioning, operant conditioning, atau modeling. Para
behavioris lebih memperhatikan perilaku abnormal hasil dari perilaku yang
bertahan disebabkan berbagai kejadian hadiah dan hukuman yang mendorong pola
respon yang bermasalah.
a)
Classical conditioning
Classical conditioning dapat
menimbulkan ketakutan patologis dimana adanya stimulus netral diikuti dengan
respon yang tidak menyenangkan sehingga menimbulkan gangguan perilaku seperti
phobia.
b) Operant conditioning
Adanya penguatan positif yang
memperkuat tindakan negatif. Seperti agresi verbal diikuti oleh pujian teman –
temannya sehingga perilaku tersebut terus berulang.
c) Modeling
Perilaku
abnormal disebabkan karena mengamati orang lain. Orang lain mendapat sesuatu
yang positive ketika melakukan suatu hal, sehingga pengamat cenderung untuk
menirunya. Seperti minuman keras, karena sang model menikmati minuman keras
maka individu akan meniru sang model untuk
merasakan kenikmatan minuman tersebut tersebut.
d.
Cognitif
kognitif
berfokus pada bagaimana manusia menyusun berbagai pengalaman mereka, bagaimana
mereka membuat pengalaman-pengalaman tersebut menjadi masuk akal, dan bagaimana
mereka menghubungkan pengalaman masa kini dengan berbagai pengalaman masa lalu
yang disimpan dalam memori. Perspektif ini menganggap perilaku abnormal
disebabkan oleh serangkaian kognitif tertentu atau skema tertentu dan
interpretasi irasional terhadap suatu pengalaman.
B.
Bersifat ukhrawi
Psikopatologi
akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual dan
agama. Adapun sifat – sifat psikopatologi dalam aspek ukhrowi yaitu :
a.
Qalbu Hayyah
Gangguan
kepribadian yang berhubungan dengan akidah atau dengan Tuhan, seperti
menyekutukan Allah atau syirik mengingkari, berbuat dosa, nifaq, pamer, dan menuruti bisikan syetan.
b.
Mayyit
Gangguan
kepribadian yang berhubungan dengan kemanusiaan seperti iri hati, dengki, buruk
sangka, marah, benci, penakut, pelit, menipu, mengolok-olok, menyakiti, memfitnah,
menceritakan keburukan orang lain, rakus, adu domba, putus asa, menganiaya,
boros dan materialism
c.
Marid
Gangguan
kepribadian yang berkaitan dengan pemanfaatan alam semesta sebagai realisasi
tugas-tugas kekhilafan seperti membuat kerusakan.
Berdasarkan
tiga sifat maka dapat digolongkan 16 macam patologis menurut Islam, yakni :
1.
Syirik
kepercayaan,
sikap dan perilaku mendua terhadap masalah yang fundamental dalam kehidupan
manusia. Gejalanya individu meyakini Allah sebagai tuhannya tapi amal
perbuatannya diorientasikan bukan untuk-Nya melainkan untuk sesuatu yang
sifatnya temporer dan nisbi seperti kepada roh halus. Penyakit syirik yang
menyerang orang mukmin tergolong psikopatologi sebab pelakunya tidak mampu
mengintegrasikan kepribadiannya dengan baik. Seseorang yang menghambakan diri
pada sesuatu selain Allah berarti ia menerima perbudakan, membelenggu diri dan
mengekang kebebasannya. Perilaku syirik ada yang teraktual dalam bentuk ucapan,
pikiran dan perbuatan. Hampir semua bentuk psikopatologis dalam perspektif
Islam bermuara pada syirik karena ia menjadi sumber penganiayaan (zhulm)
diri yang berat, sumber rasa takut, sumber dari segala kesesatan dan dosa yang
tak terampuni, padahal dosa merupakan sumber konflik batin, tidak memilki
peenolong dalam menyelesaikan sesuatu, seburuk-buruk makhluk, dimurkai dan dikutuk Allah dan semua aktifitas baiknya tidak dianggap.
2.
Kufur
mengingkari
terhadap sesuatu yang sebenarnya. maka
tergolong psikopatologi sebab pelakunya tidak menyadari hikmah dari apa yang
telah diberikan Allah SWT sehingga ia tidak bersyukur.
3.
Nifaq
Nifaq adalah
menampakkan sesuatu yang dipandang baik oleh orang lain, padahal di dalam
hatinya tersembunyi keburukan Apa yang ditampakkan tidak sama dengan qalbunya.
Nifaq merupakan karakter orang munafik yang tergolong psikopatologi.
Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya, sehingga dia
berdusta jika berbicara, ingkar jika berjanji dan khianat bila dipercaya.
4.
Riya’
Suatu perbuatan karena pamrih, pamer atau cari
muka pada orang lain. Seseorang yang melakukan riya’ berarti tidak mampu
merealisasikan dirinya dengan baik. Riya’ termasuk psikopatologis karena
pelakunya berbuat sesuatu hanya untuk mencari muka tanpa memperhitungkan
produktifitas dan kualitas amaliahnya. Secara spiritual juga disebut penyakit
sebab pelakunya telah menyalahi perjanjian ketuhanan di alam arwah, untuk
beribadah kepada-Nya.
5.
Marah
Menunjukkan tingkat kelabilan
kejiwaan seseorang karena ia tidak mampu mengendalikan amarahnya. Yang dimaksud
di sini adalah ketika kemarahan berkobar tak terkendali maka kesadaran nurani
terhalangi yang kemudian mendatangkan sakit hati yang berat.
6.
Lupa atau gaflah atau nisyan
Kelupaan yang disengaja terhadap
suatu keyakinan, nilai-nilai hidup yang mendasar dan pandangan hidupnya yang
mengakibatkan segala tindakannya menjadi tidak teratur, merugikan dan dapat
menjerumuskan ke dalam kehancuran. Seperti: lupa mengingat Allah karena dirinya
dikuasai setan, melupakan ayat-ayat Allah setelah dirinya beriman dan lupa
karena mengikuti hawa nafsu.
7.
Was - was
Waswas merupakan bisikan halus dari
setan yang mengajak seseorang untuk berbuat maksiat dan dosa yang dapat merusak
citra diri dan harga dirinya. Mengikuti waswas sama artinya dengan melanggar
fitrah asli manusia yang suci dan baik, sebab was - was berorentasi pada fitrah
asal setan yang sesat. Karena itu mengikuti bisikan setan tergolong
psikopatologi bagi manusia.
8.
Putus asa
Hilangnya gairah, semangat, sinergi
dan motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu. Putus
asa dianggap psikopatologi karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak
percaya takdir Allah dan putus asa terhadap rahmat dan karunia-Nya.
9.
Rakus
Penyakit jiwa yang selalu merasa
kurang terhadap apa yang dimiliki meskipun apa yang dimiliki lebih dari cukup.
Orang rakus dikatakan berpenyakit karena tak menguasai diri, bahkan kebebasan
hidup karena dikendalikan hawa nafsunya.
10. Ghurur
Percaya atau meyakini sesuatu yang
tidak hakiki dan tidak substantif. Ghurur berjangkit pada jiwa manusia antara
lain disebabkan oleh keingkaran kepada pertolongan Allah yang Maha Pemurah dan
tipu daya kesenangan dunia yang sementara padahal kesenangan yang hakiki hanya
milik Allah di akhirat kelak.
11. Membanggakan
diri (ujub) dan sombong (takabbur).
Sombong dianggap penyakit sebab
pelakunya tak menyadari akan kekurangannya dan memaksa diri memaksa harga diri
yang tinggi. Hidupnya tak akan tenang karena ia tak akan rela orang lain memiliki
kelebihan, sedang ia sendiri tak berusaha meningkatkan kualitas dirinya.
12. Iri hati dan
dengki
Termasuk penyakit mental yang berat
sebab pelakunya senantiasa menanggung beban psikologis yang kompleks seperti
kebencian, amarah, buruk sangka, pelit dan menghinakan orang lain serta sempit
dalam berpikir dan bertindak sehingga ia sulit mengaktualisasikan potensi
positifnya dan akan terisolir dari lingkungannya.
13. Menceritakan
keburukan orang lain (ghibah) dan mengadu domba (namimah)
Dianggap
sebagai penyakit sebab penderitanya tidak sanggup mengadakan penyesuaian diri
dengan lingkungan sosialnya. Ia sibuk menyebut keburukan orang lain, padahal
dirinya memiliki keburukan yang tak jauh beda dengannya, bahkan mungkin lebih
buruk lagi.
14. Cinta dunia,
pelit dan berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan harta.
Cinta dunia maksudnya menjadikan
dunia dan isinya sebagai tujuan akhir hidup dan bukan sebagai sarana hidup.
Cinta semacam itu tergolong psikopatologi sebab penderitanya tidak sadar akan
tujuan hidup yang hakiki. Ciri-ciri penyakit ini adalah penderitanya memiliki
sikap dan perilaku materialisme, hedonisme dan egoisme.
15. Memiliki
keinginan yang tak mungkin terjadi (tamanni)
Dianggap psikopatologi sebab
penderitanya tenggelam dalam dunia khayalan yang tidak realistik. Ia
berkeinginan besar memiliki sesuatu namun tidak dibarengi dengan aktifitas nyata
sehingga hidupnya tidak kreatif & produktif. Akibat dari gejala tamanni ini
maka penderitanya tak segan-segan mengambil jalan pintas, seperti: memperdalam
angan-angannya dengan mengkonsumsi zat adiktif, mencuri, merampok dan korupsi.
16. Picik dan
penakut (al-jubn).
Picik atau penakut adalah sikap atau
perilaku yang tidak berani menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Ciri-ciri
penderitanya ialah, apabila ia dihadapkan pada suatu masalah, maka ia berpikir
dampak negatifnya terlebih dahulu, tanpa sedikitpun mempertimbangkan tingkat
kemaslahatannya. Karenanya ia tidak berani bertindak yang seharusnya ia
lakukan. Kepicikan seseorang biasanya disebabkan oleh keimanan yang lemah,
seperti sikap orang-orang munafik yang tak berani berperang di jalan Allah
karena takut mati, tidak mengeluarkan zakat karena takut miskin dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Kesehatan
mental adalah kemampuan individu dalam menghindari kecemasan dan penyesuaian
diri
b. Faktor
yang mempengaruhi kesehatan mental adalah
:
-
Faktor intern
Kemampuan dalam
menghadapi permasalahan
-
Faktor eksternal
Penghayatan agama
c. Metode
pemeliharan kesehatan mental :
-
Metode Imaniah
-
Metode Islamiah
-
Metode Ihsaniah
d. Psikopatologi
dalam Islam
-
Syirik
-
Kufur
-
Nifaq
-
Riya’
-
Marah
-
Lupa atau gaflah atau nisyan
-
Was - was
-
Putus asa
-
Membanggakan diri (ujub) dan sombong (takabbur).
-
Iri hati dan dengki
-
Menceritakan keburukan orang lain (ghibah) dan mengadu
domba (namimah)
-
Cinta dunia, pelit dan berlebih-lebihan atau
menghambur-hamburkan harta.
-
Memiliki keinginan yang tak mungkin terjadi (tamanni)
Daftar Pustaka
Mujib, Abdul. (2006). Kepribadian Dalam Psikologi Islam.
Jakarta
: RajaGrafindo